Pemprov Genjot Penetapan WPR–IPR, Tambang Rakyat Ditata Agar Adil dan Sejahtera
Pemerintah Provinsi Gorontalo mulai mempercepat penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Langkah ini ditempuh untuk memastikan aktivitas tambang rakyat berjalan tertib, adil, dan memberi manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan percepatan tersebut dibahas dalam Forum Group Discussion (FGD) Pengelolaan Pertambangan Rakyat yang digelar di Aula Rumah Jabatan Gubernur, Jumat (21/11/2025). FGD dipimpin langsung Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail dan dihadiri pakar ekonomi, geologi, pertambangan, ahli hukum perdata, serta unsur teknis energi dan sumber daya mineral.
Forum ini dirancang sebagai ruang kolaborasi untuk menyusun strategi percepatan penetapan WPR dan IPR, sekaligus memperkuat tata kelola pertambangan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Gubernur Gusnar menegaskan pentingnya sektor pertambangan sebagai salah satu penggerak ekonomi daerah. Ia menggambarkan potensi tambang sebagai “cahaya” pembangunan yang harus diatur secara benar agar tidak berubah menjadi sumber masalah sosial dan ekologis.
“Pertambangan ini merupakan sebuah cahaya yang berada di lorong sana, yang membuat kita semakin bersemangat untuk terus membangun daerah ini,” ujar Gusnar.
Ia menjelaskan, di tengah kondisi fiskal daerah yang masih terbatas, pertumbuhan ekonomi Gorontalo saat ini berada di posisi ketujuh nasional. Capaian itu bahkan diraih sebelum pengelolaan sumber daya emas dilakukan secara optimal. Karena itu, percepatan penerbitan IPR dipandang sebagai salah satu langkah paling efektif untuk mengatasi maraknya pertambangan tanpa izin (PETI). Dengan skema IPR yang jelas dan terukur, aktivitas tambang rakyat diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan di Gorontalo.
“IPR ini adalah jalan satu-satunya untuk kita segera menguntaskan pertambangan tanpa izin. IPR ini juga diharapkan menjadi langkah paling efektif untuk segera menurunkan angka kemiskinan,” tegasnya.
Gusnar mengakui, Gorontalo masih berada dalam deretan lima provinsi termiskin di Indonesia. Kondisi itu membuat pengelolaan potensi emas dan sumber daya mineral lain harus diseriusi, namun tetap dalam koridor hukum dan keberlanjutan lingkungan. Selain membahas aspek perizinan, FGD juga difokuskan untuk mengidentifikasi sejumlah persoalan teknis dan regulasi di tingkat daerah, mulai dari tumpang tindih pemanfaatan ruang, praktik tambang tanpa izin, hingga lemahnya pengawasan di lapangan. Hasil diskusi akan menjadi bahan penyusunan arah kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan penambang rakyat, namun tetap memperkuat fungsi pembinaan dan pengawasan pemerintah.
Pemprov Gorontalo berharap, melalui penetapan WPR yang jelas dan pemberian IPR yang terukur, tambang rakyat dapat menjadi instrumen pemerataan ekonomi, mengurangi praktik ilegal, sekaligus meminimalkan kerusakan lingkungan di kawasan pertambangan.