December 8, 2025

Inklusivitas dalam Keinginan: Menjawab Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia di Dunia Kerja yang Beragam

0
WhatsApp Image 2025-04-22 at 06.42.55

Oleh : Abdul Rahma, SE.,MM
Dosen Universitas Muhammadiyah Palu


Dalam dunia yang semakin beragam dan dinamis ini, dunia kerja pun harus beradaptasi. Konsep inklusivitas dalam manajemen sumber daya manusia (SDM) telah menjadi isu yang semakin mendapat perhatian di berbagai belahan dunia. Inklusivitas bukan hanya sekadar penerimaan terhadap keberagaman, tetapi juga pemahaman terhadap “desire” atau keinginan masing-masing individu dalam organisasi. Keinginan ini mencakup motivasi, aspirasi, dan tujuan pribadi setiap karyawan yang dapat memengaruhi kinerja mereka. Sayangnya, dalam praktik manajerial, banyak perusahaan yang hanya berfokus pada keberagaman dalam arti sempit, tanpa menggali lebih dalam bagaimana mengakomodasi keinginan individu untuk mencapai potensi penuh mereka. Padahal, inklusivitas yang sesungguhnya harus mencakup penghargaan terhadap perbedaan individual dan kesediaan untuk mendengarkan keinginan tersebut.

            Keberagaman dalam organisasi adalah sebuah keniscayaan. Namun, bukan sekadar keberagaman ras, agama, atau gender yang perlu diperhatikan, melainkan juga keinginan, motivasi, dan tujuan pribadi yang membentuk setiap individu. Dalam dunia kerja, karyawan bukanlah sekadar aset yang harus produktif, tetapi juga individu yang memiliki harapan dan aspirasi yang perlu diperhatikan. Ketika perusahaan menciptakan ruang yang inklusif bagi karyawan untuk berkembang sesuai dengan keinginan mereka, bukan hanya produktivitas yang meningkat, tetapi juga tingkat kepuasan kerja dan komitmen terhadap perusahaan. Hal ini bisa tercapai jika manajer SDM tidak hanya memfokuskan perhatian pada angka dan KPI (Key Performance Indicator), tetapi juga mendengarkan dan menghargai keinginan serta tujuan pribadi karyawan.

            Keinginan individu ini, jika dijaga dan dihargai dengan baik, akan mendorong mereka untuk memberikan yang terbaik dalam pekerjaan mereka. Oleh karena itu, perusahaan perlu membangun kebijakan inklusif yang tidak hanya berfokus pada keberagaman, tetapi juga pada pemberian kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk menyalurkan aspirasi mereka. Program-program seperti mentoring, coaching, dan pengembangan karir yang didasarkan pada pemahaman terhadap keinginan pribadi akan sangat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang inklusif. Selain itu, penting juga bagi perusahaan untuk mengakomodasi keinginan karyawan dalam hal keseimbangan kehidupan kerja dan pengembangan pribadi, yang akan berdampak positif pada produktivitas dan loyalitas mereka. Namun, meskipun inklusivitas menjadi salah satu isu yang semakin penting di dunia kerja, implementasinya tetap menghadapi banyak tantangan, baik di dunia internasional maupun di Indonesia. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa telah jauh lebih berkembang dalam hal kebijakan inklusivitas di dunia kerja. Perusahaan-perusahaan besar di sana sudah mulai memahami bahwa keberagaman bukan hanya soal penerimaan, tetapi juga bagaimana memahami dan mendukung keinginan setiap individu. Perusahaan-perusahaan seperti Google dan Microsoft, misalnya, telah berhasil menciptakan budaya kerja yang inklusif, di mana setiap individu, terlepas dari latar belakang mereka, memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan mencapai potensi mereka.

            Di Indonesia, meskipun ada kesadaran yang semakin berkembang mengenai pentingnya keberagaman, penerapan inklusivitas dalam manajemen SDM masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah budaya kerja yang masih kental dengan hierarki dan perbedaan status sosial, yang seringkali membuat implementasi kebijakan inklusif terhambat. Di samping itu, ketimpangan sosial-ekonomi yang ada juga membuat sebagian besar pekerja di Indonesia lebih berfokus pada kebutuhan ekonomi dasar, ketimbang pada pengembangan diri dan pencapaian tujuan pribadi dalam dunia kerja. Namun, bukan berarti tidak ada kemajuan. Sektor teknologi dan startup digital di Indonesia telah mulai mengadopsi kebijakan inklusif yang lebih baik, dengan semakin banyaknya perempuan yang menduduki posisi penting di dalam perusahaan. Begitu juga dengan semakin banyaknya perusahaan yang menawarkan kebijakan fleksibel dan program pengembangan karir yang lebih memperhatikan keinginan individu. Meski demikian, pencapaian ini masih terbatas dan belum merata di semua sektor dan perusahaan.

            Untuk mencapai inklusivitas yang sesungguhnya, perusahaan-perusahaan di Indonesia harus lebih aktif dalam memahami keinginan dan aspirasi setiap individu di dalam organisasi. Penerapan kebijakan inklusif tidak cukup hanya dengan membuka pintu bagi keberagaman, tetapi juga harus memperhatikan “desire” atau keinginan yang ada dalam setiap individu. Dengan begitu, perusahaan tidak hanya akan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, tetapi juga mampu mengoptimalkan potensi setiap karyawan. Ini bukan hanya soal mengakomodasi keberagaman, tetapi juga memberikan ruang bagi setiap individu untuk berkembang sesuai dengan tujuan dan keinginan mereka. Akhirnya, inklusivitas dalam manajemen SDM, jika diterapkan dengan baik, dapat menjadi kekuatan besar dalam menciptakan organisasi yang lebih inovatif, produktif, dan harmonis. Namun, untuk mencapainya, perusahaan harus mengubah paradigma mereka dari sekadar penerimaan keberagaman menjadi penghargaan terhadap keinginan setiap individu. Inklusivitas dalam dunia kerja harus lebih dari sekadar kebijakan formal; ia harus terwujud dalam praktik sehari-hari yang mengedepankan empati, pemahaman, dan kesempatan yang setara untuk semua. Hanya dengan cara ini, dunia kerja yang inklusif dan produktif dapat terwujud, baik di dunia internasional maupun di Indonesia.

            Di masa depan, kita dihadapkan pada tantangan besar untuk menciptakan ruang kerja yang tidak hanya inklusif dalam hal keberagaman, tetapi juga benar-benar responsif terhadap keinginan dan aspirasi setiap individu. Kita harus mengingat bahwa keberagaman bukan sekadar dimensi yang bisa dihitung atau diukur, tetapi sebuah nilai yang hidup dan berkembang dalam keseharian kita di dunia kerja. Inklusivitas sejati membutuhkan komitmen yang kuat, pemahaman yang mendalam, dan kesiapan untuk menghadapi kompleksitas keinginan serta latar belakang setiap individu. Sebagai penggerak perubahan, kita harus menjadi contoh dalam mendengarkan, menghargai, dan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk berkembang tanpa terkecuali. Jangan pernah berhenti berinovasi dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih manusiawi dan adil, di mana setiap individu merasa dihargai, diberdayakan, dan didorong untuk mencapai potensi terbaik mereka. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk tidak hanya menjadi pemimpin dalam pengelolaan SDM, tetapi juga sebagai agen perubahan yang menciptakan dunia kerja yang lebih inklusif, penuh rasa hormat, dan siap menghadapi masa depan yang lebih beragam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *